Petani dan Pekerja Tembakau Menolak RPP Kesehatan Terkait Pertembakauan

Sedang Trending 2 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

Liputan6.com, Jakarta - Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan mengenai pertembakauan menuai sorotan dari petani dan pekerja tembakau. Mereka menyatakan penolakannya atas sejumlah ketentuan nan dianggap merugikan kehidupannya. 

Hal itu terlihat dalam aktivitas nan digelar Gerakan Petani Nusantara (GPN) dan Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M).  Dalam perbincangan interaktif “Telaah RPP Pelaksanaan UU Kesehatan Pasal Pengamanan Zat Adiktif (Tembakau): Petani Tembakau Menolak!” di Magelang, Rabu 15 November 2023,  mereka menyoroti tembakau sebagai pilar keberlangsungan hidup dan mata pencaharian bagi jutaan orang.

Direktur P3M Sarmidi Husna menyampaikan penolakan terhadap RPP tentang Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan Bagian Pengamanan Zat Adiktif (tembakau dan rokok). Hal ini didasari adanya draft pasal-pasal nan dianggap merugikan petani tembakau dan pekerja di sektor pertembakauan.

Di antaranya, kata dia, masalah pelarangan menjual rokok secara terbuka. Padahal rokok merupakan produk legal bukan produk terlarangan seperti narkotika/psikotropika alias minuman keras. Kedua, larangan iklan dan sporsorship terhadap aktivitas sosial keagamaan. Ketiga, terdapat rekomendasi untuk dilakukan alih tanam tebakau ke komoditas lain, padahal lahan nan ditanami tembakau seperti wilayah Temanggung, Magelang, Jember, Madura, dan lain-lainnya itu mempunyai spesifikasi sendiri nan tidak cocok untuk tanaman lain.

"Keempat, terdapat rekomendasi penurunan standar tar dalam rokok, jika ini terjadi maka bakal terjadi larangan larangan membeli tembakau lokal, lantaran tembakau lokal itu tarnya cukup tinggi, sehingga kelak bakal terjadi impor tembakau untuk memenuhi kebutuhan produksi industri rokok, dan masalah-masalah lainnya," kata dia.

Sarmidi mengungkapkan, draft RPP Kesehatan nan di dalamnya mengatur tentang tembakau dan rokok tersebut, saat ini sudah berada di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI dan sedang dilakukan harmonisasi.

“Kalau Kemenkumham menyetujui RPP tersebut, dampaknya bakal sangat dirasakan mulai dari petani sampai ke penjual rokok. Karena itu, kita tolak pasal-pasal RPP Kesehatan mengenai unsur adiktif nan di dalamnya mengatur rokok dan tembakau,” kata Sarmidi.

Kekhaatiran dalam Draft RPP

Pada intinya, dia menambahkan, kekhawatiran muncul mengenai pasal-pasal dalam draft RPP nan dianggap eksesif dan berpotensi merugikan industri tembakau. Larangan menjual, mengiklankan, dan mempromosikan produk tembakau di beragam media, serta dorongan untuk diversifikasi tanaman, menjadi poin kontroversial nan mendapat penolakan keras dari para petani.

"Mereka menilai bahwa RPP ini tidak hanya menempatkan tembakau pada posisi nan merugikan, tetapi juga dapat merugikan mata pencaharian sekitar 6 juta masyarakat Indonesia nan terlibat dalam ekosistem pertembakauan nasional," ujar dia.

Anggota Komisi IV DPR Panggah Susanto mengaku siap mengawal RPP Kesehatan pasal tembakau ini. Menurutnya, jika RPP ini disahkan dampaknya bakal dirasakan lebih dari 6 juta orang nan bekerja di sektor pertembakauan.

“Banyak sekali pihak nan mengenai masalah tembakau ini. Ada 2 juta petani tembakau, 1,5 juta petani cengkeh, 6 ribu tenaga kerja industri tembakau, 2 juta pelaku ritel dan distribusi,” ungkapnya.

Sementara itu Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Tengah Nurtianto Wisnubroto menyebut saat ini para petani tembakau tengah dihantui patokan nan tengah digodok ialah RPP Kesehatan pasal tembakau. Dalam patokan tersebut, nantinya satu balut rokok minimal berisi 20 batang.

“Oleh Pemerintah, rokok dianggap tetap terlalu murah, apalagi perbandingannya dengan Singapura nan harganya jika dirupiahkan menjadi sekitar Rp140 ribu. Dengan patokan baru nanti, nilai rokok menjadi sekitar Rp45 ribu. Tapi pemerintah lupa, UMR di Singapura itu Rp50 juta, sementara di Indonesia rata-rata hanya Rp2,7 juta. Jauh sekali perbandingannya,” tutur Wisnu.

Pendapat senada juga diungkapkan Wakil Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSP RTMM) Andreas Hua. Menurutnya, RPP Kesehatan nan menyangkut unsur adiktif bakal membikin nilai rokok semakin tinggi. Hal ini, tentu berakibat pada banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK).

“Yang paling terasa dampaknya adalah di industri rokok. Kalau rokok tidak laku, para pekerja bakal terkena PHK. Karena itu, FSP RTMM dengan tegas menolak RPP Kesehatan pasal tembakau ini,” pungkasnya.

PWNU Jawa Tengah Buka Suara

Sementara itu, KH. Ubaidillah Shodaqoh, Rais Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah keresahannya terhadap RPP tersebut dan RPP tersebut sudah masuk kategori mengharamkan apa nan dihalalkan Allah.

"Keresahan berbareng mengenai RPP Kesehatan. Menempatkan perokok seolah olah manusia hina. Tembakau alias rokok itu peralatan halal, kenapa sampai harrama ma ahallalloh (mengharamkan apa nan dihalalkan oleh Alloh) mengenai tembakau alias rokok? Ini nan tidak benar," ujar dia.

Di Jawa Tengah, kata dia, 70 persen masyarakat NU Jawa Tengah adalah petani, nan kebanyakan petani tembakau. Jika RPP tersebut disahkan, maka nan menjadi korban adalah penduduk NU (nahdliyyin). Dan kebanyakan perokok itu umurnya lebih panjang.

"Itu kebenaran di lapangan. Kebanyakan nan punya penyakit berat justru adalah bukan perokok. Jadi sangat naif sekali jika rokok dijadikan argumen menjadi penyebab penyakit alias kematian," ujarnya.

Harapan Petani Tembakau

Melalui perbincangan ini, diharapkan pandangan dan keberatan nan diutarakan para petani dapat memengaruhi proses penyusunan regulasi. GPN dan P3M berambisi bahwa bunyi mereka dapat membawa perubahan positif bagi keberlangsungan sektor pertembakauan dan kesejahteraan masyarakat nan terlibat dalam industri ini.

Dalam perbincangan ini menghasilkan petisi penolakan terhadap Peraturan Pemerintah pertembakauan nan dirancang Eksesif dan merugikan. Acara dihadiri para petani tembakau dan sejumlah pemangku kepentingan, antara lain:KH. Ubaidillah Shodaqoh, Rais Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah;Dr. Alpius sarumaha, S.H., M.Si, Direktur Harmonisasi Peraturan Perundangan (HPP) Ditjen Peraturan Perundangan Kemenkumham RI; Muhammad Rizal Ismail.

Selain itu, Direktur Tanaman Semusim dan Tahunan Kementan RI; Ir. Panggah Susanto, MM, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi IV; Dr. Badrus Samsul Fatah, Peneliti Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M); Wisnu Brata, Wakil Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI); Andreas Hua, Wakil Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau, Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP-RTMM- SPSI);Feryando Saragih, Bidang Hubungan kerja Dit HKP Kementerian Ketenagakerjaan RI.

* Fakta alias Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran info nan beredar, silakan WA ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci nan diinginkan.

Selengkapnya
Sumber Liputan6
Liputan6