ARTICLE AD BOX
JAKARTA, Koranmadura.com – Situasi politik Indonesia sekarang ini tidak bisa dianggap enteng lantaran situasinya sudah sangat serius. Pasalnya ada ancaman terhadap kerakyatan lewat praktik nepotisme oleh penguasa.
“Saya tidak menganggap ini situasi biasa-biasa saja. Kita tidak bisa lagi cengengesan sekarang. Jadi siapa pun nan cengengesan, termasuk orang nan menuduh orang lain cengengesan sembari cengengesan itu nggak bisa lagi cengengesan,” kata analis politik Eep Saefulloh Fatah dalam podcast berbareng mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad.
Perbincangan mereka dalam podcast tersebut diunggah di channel Youtube Abraham Samad Speak Up dan saat buletin ini dibuat pada Jumat 27 Oktober 2023 sore, konten tersebut sudah ditonton 1,1 juta kali sejak dipublish pada Kamis 26 Oktober 2023.
Eep Saefulloh Fatah menilai kegentingan situasi sekarang berasas pengalaman dan hatikecil politiknya nan sudah terbangun selama lebih dari 30 tahun sejak menjadi mahasiswa politik, asisten pengajar dan pengajar politik, hingga mendirikan lembaga konsultan politik.
Mendengar penjelasan Eep Saefulloh Fatah , Abraham Samad pun mengaku bergetar. “Gemetar saya mendengar penjelasan ini,” kata Abraham Samad.
Menurut Eep Saefulloh Fatah, ada kemungkinan terjadi skandal nan melibatkan Presiden Jokowi. Ada dugaan Presiden Jokowi melanggar TAP MPR XI Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara nan Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
“Kemudian ada UU No 28 Tahun 1999 nan merinci soal itu pada tingkat perundang-undangan. TAP MPR ini tetap bertindak dan nggak pernah dicabut,” ujarnya.
Dia meneruskan, “Apa nan terjadi di MK, ada seorang om membikin keputusan dan hakim-hakim MK membuka apa nan terjadi di dalam dan kita sudah dengar dan tidak ada revisi tentang itu. Dan nan menjadi objek keputusan itu adalah soal umur Capres dan Cawapres nan meski usianya tetap tetapi ada embel-embel alias pernah menjadi kepala daerah.”
“Menurut irit saya, ini presiden kudu hati-hati. Ahli norma banyak sekali di Indonesia. Fakultas norma banyak ada di mana-mana dan orang melek norma ada di mana-mana. Rakyat Indonesia sekarang sudah diajari oleh kerakyatan untuk menggunakan norma sebagai instrumen,” tegasnya lagi. (Sander)